Apa Kabar TV Publik?

Dunia pertelevisian Indonesia ramai dengan kehadiran banyak TV swasta (RCTI, SCTV, Metro TV, TV One, Global TV, NET TV). Bagaimana kehadiran TVRI sebagai TV public diantara kepungan televisi swasta? Haruskah bersaing dengan mereka?
Pada awal berdirinya secara resmi pada 24 Agustus 1962 TVRI dikenal sebagai televisi pemerintah. Dari sekedar medium untuk mendokumentasikan sejarah, TVRI pada akhirnya hanya berperan sebagai perangkat ideologis rezim berkuasa. TVRI awalnya adalah medium untuk mempromosikan program-program pemerintah, serta memperteguh konsesus nasional tentang budaya nasional, pentingnya pembangunan, tertib hukum, dan menjaga kemurnian identitas bangsa. Dalam praktiknya, TVRI lebih banyak diperlakukan sebagai alat propaganda pemerintah. Fakta sejarah inilah menjadi kendala serius ketika muncul keinginan untuk mentransformasikan TVRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Sebab sejak dari awal TVRI memang tidak diorientasikan sebagai media untuk memenuhi kepentingan-kepentingan publik. TVRI adalah medium propaganda politik ke luar dan dalam negeri, serta medium konsolidasi kekuasan dan monopoli informasi oleh pemegang kekuasaan (Kitley, 2001 dalam Sudibyo, 2004:280).
Menurut UU No 32 tahun 2002 pasal 11 (1) Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
Melihat ke belakang, sejarah dan perkembangan TV kita sebenarnya cukup memprihatinkan. Selama 30 tahun lebih kita terpenjara dalam TV ideologis (TVRI) yang melulu mengagung-agungkan pemerintah, khususnya presiden dan keluarganya. Tugas utamanya tidak lain untuk melanggengkan kekuasaan rezim saat itu. Itu tampak misalnya pada acara-acara berita (nasional) dan laporan khusus yang selalu melaporkan kegiatan seremonial para pejabat, terutama presiden (Mulyana, 2008:25).
Ditengah gempuran TV swasta yang menyajikan program siaran yang tidak “sehat” untuk masyarakat dengan berbagai masalah dan hanya untuk memiliki banyak penonton, TVRI selayaknya dapat hadir menjadi pembeda. TVRI sebagai TV publik harus punya identitasnya sendiri, tanpa harus bersaing dengan TV swasta yang penuh dengan pertimbangan bisnis. Kategori dan klasifikasi acara di televisi Indonesia tidak jelas, acara musik ada acara gosip-gosipnya atau sebaliknya. TVRI hadir untuk mendobrak hal tersebut. Selain itu juga TVRI sebagai TV publik jangan lagi menjadi dilema untuk berada diatas kepentingan publik atau menjadi corong pemerintah yang sedang berkuasa. TVRI harus benar-benar menjadi TV milik publik yang memihak kepentingannya untuk masyarakat Indonesia.
Hingga kini kebanyakan karakter yang tergambar dalam TV Indonesia saat ini adalah mereka yang berasal dari kelas mengah perkotaan dan berpendidikan tinggi. Program TV swasta yang saat ini terjadi yang digunakan adalah perspektif Jakarta. TV publik harus menjadi solusi. Sudah seharusnya TVRI sebagai TV publik hadir untuk dapat mengubah perspektif tersebut. TVRI dapat menayangkan acara-acara yang melukiskan gaya hidup berbagai kelompok suku atau ras. TVRI menjadi TV yang mencerminkan keanekaragaman masyarakat Indoneisa. Perhatikan sinetron-sinetron remaja yang bertebaran di TV swasta kita saat ini, jumlah sinetronnya banyak tapi sebenarnya inti dari sinetron tersebut seragam. Ceritanya melulu melukiskan konflik, khususnya perebutan pacar di kalangan anak SMP dan SMA. Nilai-nilai yang diembannya tidak ada ditambah akting para bintangnya yang buruk sinetron tetap melenggang diproduksi. Betapa banyak sebenarnya topik yang relevan dapat diperbincangkan, seperti melunturnya penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda, kenaikan upah buruh, pergaulan bebas di kalangan remaja, rendahnya minat baca di kalangan masyarakat, kebiasaan mencontek, dsb hal tersebut lebih menyangkut kepentingan mereka. Jika masyarakat Indoneisa lebih suka acara yang bersifat menghibur, topik-topik seperti ini dapat dibuat secara jenaka. Unsur hiburan memang harus dominan, karena semua orang suka hiburan untuk menghilangkan rasa frustasi dan bosan dalam kehidupan sehari-hari. Jika topik-topik tersebut dapat digarap secara menarik, bukan saja dapat menghibur tapi juga sekaligus mendidik masyarakat.
Tentu menjadi tantangan yang besar untuk menjadikan TVRI sebagai TV publik menjadi pilihan utama di negerinya sendiri, sumber daya yang banyak, cerdas, kreatif untuk memproduksi acara-acara yang bukan saja menghibur tapi juga bermanfaat untuk publik. TV publik yang mampu beradaptasi menghadapi perkembangan teknologi digital agar kehadirannya tetap relevan. Penyediaan informasi yang penting dan relevan untuk masyarakat , strategi menghadirkan informasi yang sesuai perkembangan agar mampu menjangkau publik di berbagai level usia dan latar belakang. TVRI harus menjadi TV di Indonesia yang informatif, mencerahkan, dan menghibur yang “sehat”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fadlullah: Ketua Marbot Masjid Untirta

Hari Buku Sedunia, Toko Buku di Serang Sepi Pengunjung

Hey Senja Nama Penanya