Fadlullah: Ketua Marbot Masjid Untirta
Tampak
samping Masjid Syeikh Nawawi Al-Bantani, Kampus A Untirta, Serang, pada Selasa
(5/12/2017)
Berdiri
sejak 1994 atas biaya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, berlokasi di
lingkungan Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) adalah Masjid
Syeikh Nawawi Al-Bantani (SNAB). Ya, tepat menjadi bangunan pertama yang
terlihat ketika memasuki kawasan Kampus A Untirta dengan jarak beberapa meter
dari gerbang utama. Ketika menjajakan kaki di Untirta, dari jauh sudah terlihat
di pelataran dan serambinya banyak mahasiswa berkumpul, mulai dari yang sekedar
duduk-duduk menunggu waktu salat tiba, berjualan hingga yang sedang fokus
mengerjakan tugas dan mengaji. Tertuang dalam prasasti yang berada di samping
kiri masjid bagian taman, mulanya masjid ini tidak memiliki nama khusus baru
kemudian seiring Universitas Tirtayasa menjadi Perguruan Tinggi Negeri dan
berubah menjadi Untirta pada 5 Mei 2001 maka disematkanlah nama Syeikh Nawawi
Al-Bantani seorang intelektual muslim asal Banten yang bertaraf internasional,
tokoh inspiratif untuk gerakan revolusi, dan berideologi melawan segala bentuk
ketidakadilan menjadi nama masjid.
Selain
Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang membiayai pembangunan konstruksi
masjid ada beberapa tokoh yang berjasa dalam pembangunan masjid ini antara
lain: Kartiwasurya Saputra; pendiri dan Rektor Untirta saat itu yang mewakafkan
tanahnya untuk pembangunan masjid yang berukuran 12x12 meter persegi ini, namun
diceritakan oleh Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), Fadlullah yang saya temui
Senin siang waktu itu bahwa ikrar wakafnya belum pernah terlihat sampai saat
ini. Ada juga Profesor Ismail Mahmud; Pejabat di Kemenag Kabupaten Serang pada
waktu itu yang juga sebagai pengurus harian Yayasan Pendidikan Tirtayasa serta
Halimi Saleh; Kepala Bappeda di Kabupaten Serang saat itu.
Sejak
dibangun untuk pertama kali, masjid hanya terdiri dari tempat utama untuk salat
saja baru kemudian sudah dilakukan renovasi sebanyak empat kali dengan
penambahan adanya teras dan serambi, tempat wudu untuk laki-laki dan perempuan,
hingga tersedia ruang sekretariat DKM dan perpustakaan kecil. Tidak ada
perbedaan signifikan antara Masjid SNAB dengan masjid-masjid yang juga
didirikan atas bantuan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, hanya nama yang
membedakan. Ciri khasnya masjid memiliki tiga atap yang berjenjang, maknanya
berarti Iman, Islam, dan Ihsan. “Iman berarti dasar keyakinan kita. Iman itu
ada di hati kita membuktikan keimanan itu berarti ikrar, syahadat, shalat,
puasa termasuk haji. Ihsan perubahan sikap sosial, meyakini seluruh tindakan
itu dalam pengawasan Allah,” Fadlullah menjelaskan.
Masuk
ke dalam masjid melalui pintu utama akan ditemukan tempat salat yang dibagi
bersekat untuk laki-laki dan perempuan. Beda lagi dengan posisi Imam Salat
terpisah dibagian depan, dinding atasnya terdapat jam dan videotron berisi tulisan pengingat aturan salat.
Tak lupa kaligrafi tulisan arab
dengan arti himbauan untuk segera melaksanakan ibadah salat berwarna hijau
juga hadir mengelilingi sekitar dinding masjid. Kapasitasnya hanya mampu
menampung 432 orang, bahkan saat pelaksanaan salat Jumat, jemaah akan memenuhi bagian pelataran dan
serambi masjid.
. Saat membuka alas kaki dan
mulai mengelilingi masjid kamu akan menemukan beberapa hal; mulai dari beberapa
atapnya yang rusak, bocor, dan terlihat akan roboh atau juga tempat penyimpanan
alas kaki yang tidak lagi berbentuk, terlihat tua dimakan usia dan air hujan.
Lantai kotor serta sandal dan sepatu yang berserakan juga akan kamu temukan
dibagian masjid khusus perempuan. Ditanya mengenai hal tersebut Ketua DKM
sekaligus dosen di FKIP Untirta itu juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah
mengajukan untuk pembentukan panitia pembangunan namun belum terlaksana hingga
saat ini.
Bukan hanya masjid SNAB yang
satu-satunya masjid di Untirta, ada juga Entus satu-satunya petugas kebersihan
di masjid ini. Gaya bicaranya yang penuh senyum, saat itu ia menolak untuk
diajak wawancara, beralasan sedang sibuk bertugas dan akan mengantarkan orang
tuanya ke rumah sakit, ia menawarkan untuk di waktu yang lain, jawabnya ramah.
Fadlullah saat menjadi narasumber di Untirta TV
pada program Kawan Muslim
Senin itu sekitar pukul 10
pagi, saya menuju satu-satunya Masjid yang terdapat di Kampus A Untirta.
Bermaksud bertemu dengan laki-laki yang mengaku sebagai “Ketua Marbot” di
Masjid yang sudah berdiri sejak 23 tahun lalu itu. Sudah hampir pukul sebelas,
ia belum juga datang, rupanya lama mencari parkir untuk mobilnya. Adalah
Fadlullah, laki-laki menggunakan kacamata yang berusia 40 tahun yang berhasil
saya temui saat itu. Ia adalah Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Syeikh
Nawawi Al-Bantani (SNAB), saat ditanya jabatannya sebagi apa? Ia menjawab Ketua
Marbot sambil tertawa.
Sejak 2003 menjadi anggota DKM
SNAB hingga akhirnya dipercaya sebagai Ketua hingga sekarang, jemaah masjidlah yang menobatkannya.
Pengabdiannya pada Masjid Kampus Untirta tak perlu diragukan, pertemuan siang
itu ia banyak bercerita mengenai masjid dan perjalanannya selama 17 tahun
berkarir di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tak hanya menjadi ketua ia juga
bertugas sebagai imam besar di masjid yang dulunya diresmikan sebagai salah
satu dari Masjid Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila.
Laki-laki
kelahiran 40 tahun silam ini juga bercerita bagiamana ia berjuang memajukan
Masjid SNAB. Menurutnya perlu ada imam besar sebagai petugas khusus memimpin salat.
“Ide perlu ada imam besar, yang dia tugasnya memimpin salat bukan pengurus atau
ketua masjid, imam itu harus dicukupkan kebutuhan hidupnya,” katanya bercerita.
Sejak dibangunnya Masjid SNAB 1994 lalu, dulu tidak digunakan sebagai tempat
ibadah salat Jumat, baru sekitar tahun 2002 ia sebagai pelopor difungsikannya
Masjid SNAB sebagai tempat ibadah salat Jumat.
Sebelum memulai
percakapan, ia mengajak saya melihat prasasti peresmian Masjid yang
ditandatangani oleh Presiden ke-2 Indonesia Soeharto yang berada menempel di
dinding dalam masjid dan prasasti peresmian masjid dengan menyematkan nama
Syeikh Nawawi Al-Bantani, tak lupa ia juga meminta saya mengambil gambar kedua
prasasti tersebut.
Baru sekitar
lima menit ia bercerita, salah satu satpam memberitahukan bahwa kaca mobil
miliknya terbuka. Jadilah obrolan terhenti dan pindah dari pelataran masjid ke
area tempat duduk halte depan gedung perkuliahan A Untirta.
Jika
kamu berkunjung ke Masjid SNAB, kamu akan menemukan beberapa atapnya yang rusak
dan bocor serta beberapa fasilitas yang sudah tidak layak seperti rak penyimpanan
sandal dan sepatu. Disinggung mengenai hal tersebut, dosen FKIP Untirta asal
Serang ini lanjut bercerita bahwa menurutnya tidak banyak orang yang peduli
terhadap Masjid dan ia sangat menyayangkan hal tersebut.
Selain
digunakan sebagai tempat salat, Ia bersama mahasiswa juga rutin melakukan pengajian
setiap Rabu pagi selesai salat Subuh. Tak hanya itu, ada juga pelayanan kopi
dan minum gratis yang tersedia dan dapat dinikmati masyarakat Untirta. Hari itu
sedang ada bazar amal menjual baju. Tuturnya, kegiatan tersebut sebagai bentuk
pelayanan sosial. Baju yang dijual berasal dari pemberian orang lain, dan uang
yang terkumpulpun akan disumbangkan kembali.
“Masjid itu seperti filsafatnya Untirta, posisi masjid
berada di depan, urutannya kan Masjid, Rektorat, Teater Terbuka, Pusat Kegiatan
Mahasiswa (PKM), disamping kiri-kanannya ada tempat perkuliahan, perkantoran.
Maknanya berarti nilai-nilai ketuhanan itu didahulukan adanya di masjid.
Nilai-nilai ketuhanan inilah yang jadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan
para pemimpin di Rektorat, dan seluruhnya harus dikomunikasikan di Teater
Terbuka gimana para civitas akademik
berkumpul, nantinya yang akan berkontribusi membangun Indonesia Raya untuk
Banten yang kita harapkan mahasiswa, filsafatnya gitu. Itu harapan saya yang filosofis, sederhananya ya masjid itu
dibongkar, bukan lagi renovasi tapi dekonstruksi bukan lagi rekonstruksi, harus
dibongkar,” Ungkap Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Syeikh Nawawi
Al-Bantani, Fadlullah mengakhiri percakapan dengan tergesa karena beberapa
menit menjelang salat Zuhur ia harus menjadi imamnya Senin siang itu.
Komentar
Posting Komentar