Hey Senja Nama Penanya
Agnes Yusuf. (Dok. Pribadi)
“Hidup adalah perjalanan mengukir
kisah, maka tulislah setiap momen yang terjadi,” begitulah moto hidup yang
diusung perempuan asal Bekasi, Agnes Yusuf. Ia memang hobi mengukir kisah
dengan melakukan perjalanan, mendatangi dari satu tempat ke tempat lain,
menaklukan ketinggian mendaki gunung di berbagai daerah, moto hidup tersebut
tercermin dari hasil karya tulis yang sesekali ia unggah di blog pribadinya dan
foto-foto dokumentasi hasil perjalanannya tak lupa ia bagi di akun media sosial miliknya.
Ia suka senja, tidak suka
dilupakan, agar orang-orang selalu mengingatnya, ia berinisiatif untuk
menggabungkan kata “hey” dan “senja”, maka resmilah Hey Senja menjadi nama pena
nya. Perempuan yang sedang menempuh pendidikan sarjana Ilmu Komunikasi di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa konsentrasi jurnalistik ini bertutur, sejak
duduk dibangku Sekolah Menegah Atas (SMA) kelas sebelas ia mulai tertarik di
bidang jurnalistik. Hobi menulis dan jalan-jalan membuat dirinya berniat untuk
menjadi journalist traveller. Namun,
menjadi wartawan bukanlah cita-citanya sejak kecil, merasa tidak pandai dalam
hitung-menghitung impiannya untuk menjadi astronot ia padamkan.
Lembaga Pers Mahasiswa Orange
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta menjadi tempat keduanya
terlibat sebagai seorang wartawan, setelah Media Buser Kriminal ia geluti saat
SMA. Bergabung sejak 2015 hingga sekarang, Ia aktif menulis di kolom kampus.
Wartawan baginya adalah seperti seorang nabi, yang menyampaikan kebenaran.
Pengalaman berkesan menurutnya saat ia harus mewawancarai pengamat dan praktisi
pendidikan ditemani orang terdekatnya yang ia sebut pujaan hati , ia juga ditawari
menjadi reporter investigasi media berdikari online, tutur Agnes sambil tertawa
terbahak-bahak.
Perempuan penakluk puncak Semeru
ini bercerita saat ia melakukan liputan investigasi privatisasi air yang
terjadi di Baros, Serang Banten. Ia mengaku senang bertemu orang baru dan
belajar banyak dari masyarakat. Namun, juga resah dengan narasumber yang merasa
takut ketika akan menjawab pertanyaan darinya, ia menganggap hal tersebut
berarti citra media dan wartawan buruk di mata masyarakat. Jika diberi kesempatan,
ingin mewawancarai siapa? ditanya begitu Agnes menjawab “Pramoedya Ananta Toer, tapi sayangnya ndak
bisa, karena beliau sudah almarhum,” tuturnya.
Tak hanya di LPM Orange Untirta,
ia juga menikmati masa mudanya dengan bergabung di Untirta Movement Community
(UMC), komunitas Teater Hari ini, dan Komunitas fotografi Galeri Jalanan. Dalam
buku tahunan sekolah, ia sempat menulis cita-citanya adalah menjadi aktivis, bergabungnya
dengan organisasi UMC ini ia berusaha mewujudkan keinginannya. Menjadi seorang
wartawan baginya butuh daya pikir kritis dan peka terhadap lingkungan, melalui
organisasi ini pula menjadikan daya pikirnya ditempa dan dibentuk menjadi
kritis.
Sejak bergabung dengan organisasi
pergerakan mahasiswa UMC, ia pertama kali terlibat demonstrasi menuntut hak-hak
kepentingan masyarakat, beberapa tulisan yang ia unggah di blog pribadinya pun
tak jarang berkisah isu-isu sosial. Membela atas hak yang harusnya kita
dapatkan, karena sebaik-baiknya umat adalah dia yang bermanfaat bagi orang
lain, hidup itu gak cuma diri kita sendiri, harus peduli sama orang lain sama
permasalahan sekitar, jangan jadi manusia yang apatis yang maunya cari aman
buat diri sendiri, ujar Agnes mengakhiri percakapan.
Keren ya agnes
BalasHapus