Menjemput Rezeki Dari Apem di Pinggir Jalan





 


Esih berpose dengan Kue Apem dagangannya di jalan raya sekitar Cimanuk-Pandeglang pada Senin (28/5/2018)
Senin 28 Mei 2018, sore itu menjelang Magrib saya berhasil menemui Esih perempuan asli Cimanuk Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang saat ini usianya mencapai 50 tahun. Ia adalah penjual musiman Kue Apem khas Pandeglang, disebut begitu karena ia memang hanya memanfaatkan momen bulan Ramadan satu tahun sekali untuk menjual Kue Apem.
Esih menjajakan kue tersebut dengan cara menenteng beberapa bungkus kue apem di pinggir jalan raya sekitar Cimanuk untuk ditawarkan kepada pengendara motor dan mobil yang melintas di jalan tersebut. Saat bulan Ramadan cara penjualan seperti itu memang menjadi tradisi unik masyarakat sekitar seperti Esih untuk berjualan apem.
“Saya hanya berjualan seperti ini di pinggir jalan, karena gampang banyak kendaraan yang lewat, keliling aja sekitar pinggir jalan raya agar banyak pembeli,” ungkap Esih pada Senin (5/2018).
Ia menjadi penjual apem musiman di bulan Ramadan tahun ini sejak hari pertama puasa yang jatuh pada Kamis 17 Mei 2018. Ditanya sampai kapan ia akan menjadi penjual apem, Esih berencana akan tetap berjualan hingga akhir puasa mendatang. Seharian berpuasa, ia habiskan waktunya untuk berdagang mulai dari pukul 7 pagi hingga waktu menjelang berbuka puasa, hingga omzet sebanyak 300 hingga 500 ribu rupiah mampu ia bawa pulang setiap harinya.
Satu bungkus kue apem yang berisi 10 biji dihargakan sebesar 10 ribu rupiah. Esih mengaku tiap harinya ia menghabiskan sebanyak 15 liter tepung beras untuk membuat kue yang bertekstur kenyal tersebut. Setiap harinya juga ia mampu memproduksi kue apem sebanyak 800 bungkus dengan hasil pembuatannya sendiri yang ia kerjakan mulai dari pukul 10 malam hingga saat sahur.
Pekerjaan Esih sebenarnya adalah petani padi di lahan sawah milik orang lain, untuk berjualan apempun ia dimodali oleh pemilik sawah tersebut. Karena alasan tak miliki modal pulalah ia tak menjadikan berjualan apem sebagai pekerjaan utamanya. Penjual apem musiman memang tak hanya Esih, hari itu ada sekitar 10 orang berjajar yang juga mencoba peruntungan menjual apem pinggir jalan raya saat bulan Ramadan. “Jualannya setahun sekali, bukan modal sendiri tidak punya kalau modal sendiri. Modalnya 300 ribu rupiah,” katanya.
Untuk bisa berjualan apem di pinggir jalan raya, Esih menggunakan ojek dari kediamannya untuk bisa sampai di tempatnya menjajakan kue apem. Harapannya banyak dari hasil penjualan kue tradisional ini, ia ingin kehidupan sehari-harinya selama Ramadan dapat tercukupi.

“Banyak yaa harapannya semoga bisa beli untuk fitrah, kan saya mengurus anak yatim. Mudah-mudahan ada rezekinya  untuk membeli pakaian ketiga anak itu,” ungkapnya mengakhiri percakapan.
Kue apem menjadi salah satu kue tradisional memiliki tampilan warna putih alami berbentuk kontak, disajikan dengan menambahkan gula merah yang sudah dicairkan yang disebut kinca. Cara menyantapnya, kue apem cukup dicocolkan ke dalam kinca. Cita rasa apem yang sedikit asam karena penggunaan tape, menjadi paduan yang pas dengan rasa manis dari kinca. (HANI MAULIA)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fadlullah: Ketua Marbot Masjid Untirta

Hari Buku Sedunia, Toko Buku di Serang Sepi Pengunjung

Hey Senja Nama Penanya