Antara IDB, Untirta, dan Negara
Terlihat Pekerja yang sedang menggunakan
Alat Berat Pemadat tanah di area Kampus Sindangsari Untirta, pada Rabu
(29/11/2017). (Hani)
Pembangunan
kampus Sindangsari Untirta yang berlokasi di Desa Sindangsari, Kecamatan
Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten dijadwalkan akan mulai pembangunan
konstruksi pada awal Januari 2018 mendatang. Tak tanggung-tanggung biaya yang
dianggarkan mencapai 500 miliar rupiah, Islamic Development Bank (IDB) menjadi
donator utama dalam pembangunan kampus tersebut dengan target penyelesaian
tahun 2019.
IDB sebagai bank internasional yang anggotanya
terdiri dari gabungan negara-negara Islam di dunia mempercayai Untirta sebagai
salah satu penerima dana pembangunan kampus dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Mulai dari pengajuan proposal melalui Badan Perencanaan & Pembangunan Nasional
(Bappenas) serta Kementerian Riset Teknologi & Pendidikan Tinggi
(Kemristekdikti) sekitar tiga bulan kemudian Untirta dinyatakan berhak menerima Development of Four
Higher Education Institution Project bersama 3 perguruan tinggi lainnya yaitu
Universitas Malang, Universitas Jember, dan Universitas Mulawarman.
“Awalnya pengajuan proposal kepada
negara (Bappenas & Kemristekdikti) kemudian negara yang memilih kita patut
diberi atau tidak dengan menawarkan IDB sebagai rekan pemberi bantuan dana.
Alhamdulillah dapat untuk tahun 2016 sampai tahun 2019,” jelas Agung Sudrajat,
Direktur Eksekutif PIU IDB Untirta yang sekaligus dosen di jurusan Teknik Mesin
Untirta.
Untuk keberhasilan proyek ini
kemudian dibentuk unit pengelola proyek PIU IDB Untirta atau Project
Implementation Unit yang tugasnya berkoordinasi dengan PMU atau Project
Management Unit yang berkantor di Jakarta. Agung menjelaskan dana yang dianggarkan
tak hanya dari IDB namun juga dari APBN dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) Untirta, dengan rincian donor dana dari IDB berjumlah 500 miliar, APBN
50 miliar, dan dana pendamping Untirta sebesar 50 miliar.
Berseragam
PIU IDB Untirta sore itu, Agung menerima saya di ruang kerjanya di Kantor PIU
IDB Untirta Gedung Rektorat Untirta, Serang, Selasa 28 November 2017. Dalam
pertemuan satu jam Agung yang telah menjabat sebagai Direktur Eksekutif sejak
2016 banyak bercerita bagaimana proyek Untirta dan IDB berlangsung.
IDB
membiayai melalui peminjaman dana tersebut kepada negara yang selanjutnya
Untirta sebagai penerima berkewajiban memenuhi permintaan negara dengan
melaksanakan program-program dalam proyek ini.
Berikut
penjelasan Agung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan.
Bagaimana
ketentuan masing-masing pihak yang terlibat dalam proyek ini?
Negara
yang pinjam kepada IDB, Untirta berkewajiban memenuhi permintaan negara.
Misalanya harus membangun kampus yang bagus, dosen harus sekolah S3, food security harus terjadi di Untirta,
akreditasi internasional harus tercapai di 2019, research grant/penelitian dengan 60 judul dalam masa tiga tahun
harus tercapai, dengan jurnal internasional terakreditasi Scopus harus
tercapai, kalau tidak tercapai yang dimarahi Untirta oleh negara, bahwa Untirta
dinilai tidak mampu untuk menjalankan amanah. Kewajiban Untirta memenuhi
permintaan negara, nah negara yang akan membayar utang itu kepada IDB, Untirta
hanya berkewajiban menjalankan program.
Mengapa
menerima IDB sebagai donatur utama?
Karena
itukan islami jadi sesuailah dengan Banten, kesempatannya itu, sebenarnya
banyak pilihan donatur lain. Misal dari Jepang, Jerman atau juga Asian
Development Bank (ADB).
Bagaimana
pengelolaan dana yang dianggarkan?
IDB
sebagai pendonor dana. Namun dana yang diberikan tidak langsung ditunaikan
kepada Untirta tetapi kepada rekening khusus yang dikelola langsung oleh IDB.
Adapun
program yang dilaksanakan pada proyek ini diantaranya soft & hard program. Soft program berarti program pengembangan
sumber daya manusia Untirta diantaranya memberangkatkan dosen untuk melanjutkan
S3 ke luar negeri, pengembangan kurikulum, peningkatan akreditasi, penelitian
dengan outputnya jurnal
internasional, serta pembentukan riset konsorsium. Selanjutnya hard program berarti pembangunan kampus
dan infrastrukturnya yaitu pembangunan kampus Untirta Sindangsari.
Apa
tujuan pembentukan riset konsorsium?
Untirta
diminta mengajukan program ketahanan pangan. Karena Banten dinilai berpotensi
dengan banyaknya lahan pertanian, perikanan, dan perkebunan. Nanti tujuan 2019
terbentuk pusat pengembangan/unggulan iptek, dengan adanya proyek ini maka akan
terbentuk itu di Untirta.
Sejauh
ini bagaimana progres program-program tersebut?
Lumayan
bagus. Penelitian sudah 20 judul penelitian, seminar internasional sudah, 18
dosen sedang belajar di luar negeri, training
sudah 35 orang, lelang pembangunan juga sudah hampir selesai tinggal kontrak
untuk konstruksi. Semua program harus selelsai dalam waktu tiga tahun, belum
ada yang selesai semua masih proses.
Program-program
yang dijalankan tentu menjadikan civitas akademik Untirta ikut berpartisipasi
didalamnya. Seperti halnya Bahtiar Rusbana, dikutip dari piu-idb.untirta.ac.id
dalam kegiatan Pelepasan Peserta Beasiswa S3 Luar Negeri 27 Maret lalu ia menyampaikan
ucapan terimakasih kepada pimpinan Untirta dan IDB serta berharap dengan adanya
program ini, Untirta mampu menjadi World
Class University.
Sebelumnya,
13 September lalu diselenggarakan Workshop
Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan di Gedung Center of
Excellent (COE) Kampus Teknik, Untirta, Cilegon dalam rangkaian acara riset
konsorsia yang bertujuan untuk menyamakan persepsi bagi revitalisasi industri
pasca panen dan pengolahan pangan untuk menghasilkan produk pangan berkualitas
berbasis pangan lokal seperti dikatakan Kartina, Wakil Rektor Bidang
Perencanaan, Kerjasama, Humas, dan Sistem Informasi Untirta yang dilansir dari
laman piu-idb.untirta.ac.id.
Bertanggungjawab
sebagai pengelola proyek, Agung dan timnya harus melaporkan progres setiap
program kepada PMU dan IDB. Pihaknya juga mengaku Desember mendatang akan
berangkat laporan tahunan ke IDB di Jeddah, sambil menutup percakapan sore itu.
Namun,
adanya kerjasama antara IDB, Untirta, dan Negara tak banyak diketahui oleh
mahasiswa Untirta. Seperti halnya Siska Kunaepi (20), mahasiswa semester 5
jurusan Administrasi Negara mengaku tidak tahu sama sekali mengenai hal ini. Ia
mengetahui pembangunan Kampus Sindangsari dari obrolan bersama teman-temannya.
Lain halnya dengan laki-laki asal Pandeglang, Aldi Wahyu (20), ia hanya tahu
bahwa IDB adalah akronim dari Islamic Development Bank, namun tidak mengerti
kerjasama seperti apa yang sedang dijalankan, ungkap mahasiswa pertanian itu pada
Kamis (30/11).
Komentar
Posting Komentar