Lestarikan Budaya untuk Banten


Cecep Fatutohman pada acara Opening The 19th Teochew International Convention di ICE BSD, Tangerang, Sabtu (7/10/2017). (Dok. Pribadi)

Memainkan alat musik khususnya musik tradisional adalah hobi Cecep Fathurohman. Jemarinya menari dengan alat musik sudah dilakukan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Berawal dari menabuh bass rebana Qasidah, hobinya itu ia lanjutkan hingga SMA. Marawis pun jadi pilihan. Salah satu jenis “band tepuk” dengan perkusi sebagai alat utamanya.

Menjadi mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak 2014, mengantarkannya lebih mendalami dan menyalurkan hobinya di bidang seni musik. Adalah PANDAWA (Paguyuban Seni Budaya Tradisional Mahasiswa Untirta) yang menjadi tempat ia mengekspresikan minat dan bakat yang dimilikinya. Bergabung sejak semester 1 hingga kini ia semester 7, menjadikan laki-laki asli Banten ini bukan hanya berbakat di bidang seni musik tradional saja namun ia juga mahir melakoni seni tari tradisional dan silat debus.

“Ikut pandawa  niat awalnya ingin melanjutkan marawis, lebih dominan ke musik, karena dulu anak marawis. Akhirnya belajar musik, terus belajar silat juga, hanya silat tidak debus awalnya,” kata Cecep bercerita pada Selasa, (17/10/2017) di Sekretariat UKM Pandawa.

Bakatnya di bidang seni musik dan tari tradional hingga silat debus jangan diragukan. Cecep sudah mahir memainkan alat musik sekaligus menari untuk tarian Rampak Bedug. Kata “Rampak” mengandung arti “Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Tari tradisonal asal Pandeglang, Banten yang memiliki makna puji-pujian kepada Tuhan atau Shalawat atas Nabi .

Bukan hanya itu jemarinya sudah mahfum memainkan alat musik Tarangtang untuk tarian Bentang Banten asal Kota Serang. Di bidang seni silat debus, jenis Trumbu dan Bandrong yang ia geluti. Alat musik tradisional lebih dari dua yang ia bisa. Mulai dari gitar, saron, piano, hingga kendang ia mahir memainkannya.

Darah seni yang mengalir di tubuhnya berasal dari sang Ibu seorang penyanyi dan pemain musik Qasidah. Miliki minat dan bakat di bidang seni, tak menjadikan Cecep bercita-cita ingin menjadi seniman. Sejak kecil ia ingin menjadi Presiden  atau Dosen, bahkan ia juga sempat memimpikan menjadi seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Cara berbicaranya yang lugas dan ramah, waktu dua jam terasa sangat singkat ketika berbincang dengan Cecep yang saat ini sedang menempuh pendidikan sarjana jurusan Pendidikan Fisika di Untirta. Ia banyak bercerita mengenai sejarah, kesenian, dan kebudayaan asal Banten. Pengetahuannya akan hal tersebut patut diacungi jempol.

Memainkan alat musik baginya bukan saja menghilangkan penat tapi juga sebagai sarana ekspresi diri. “Menghilangkan pusing apalagi sekarang jurusan fisika, kalau pusing main musik. Kalau misal lagi kesel bisa main gitar-gitaran, kalo lagi seneng main kendang, saron, gamelan,” katanya tertawa. Bersama dengan paguyubannya, ia bukan saja mempelajari kesenian khas Banten tapi juga kesenian Nusantara.

Bakatnya di bidang kesenian khas Banten mengantarkannya menggapai beragam prestasi baik yang dilakukan secara individu maupun dengan UKM Pandawa, diantaranya ia bersama tim nya menjuarai Lomba Tari Kreasi Nusantara di Tangerang dan di Jakarta Timur pada tahun 2016. Di tahun yang sama ia mewakili Provinsi Banten di ajang Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) di Kendari, yang membanggakan lainnya ia juga dipercaya menjadi duta Jambore Pemuda Indonesia (JPI) perwakilan Tanah Jawara tahun 2016 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Kesenian dan kebudayaan suatu daerah memang banyak jenis dan macamnya, generasi muda bisa menjadi andalan untuk melestarikan. Begitu halnya Banten, provinsi berusia 17 tahun yang memiliki empat Kabupaten dan empat Kota ini miliki segudang kesenian dan kebudayaan masing-masing daerahnya. Cecep merasa generasi muda perlu melestarikan kesenian dan kebudayaan Banten, tidak perlu menjadi ahli dan handal di segala bidang, minimal punya pengetahuan. “Mempelajari seni berarti menghargai jasa orang-orang terdahulu, tidak sopan kalau tidak mempelajari seni yang sudah dibuat orang-orang hebat terdahulu,” begitu katanya menutup percakapan sore itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fadlullah: Ketua Marbot Masjid Untirta

Hari Buku Sedunia, Toko Buku di Serang Sepi Pengunjung

Hey Senja Nama Penanya